MK Tolak Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE

MK Tolak Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE

Sabtu, 23 Juli 2022



JAKARTA, YBH "PELOPOR" - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan 21 content creator soal Pasal Pencemaran Nama Baik di UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Apa alasannya?

Pasal yang diuji adalah Pasal 27 (3) yang berbunyi:

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di gedung MK yang disiarkan live dari channel YouTube MK, Rabu (20/7/2022).

MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan!
MK menyatakan tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma sehingga tidak beralasan menurut hukum untuk dikabulkan. Norma tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945.

"Sementara itu, berkenaan dengan petitum para Pemohon yang memohon agar segera merevisi UU ITE bukan merupakan kewenangan Mahkamah tetapi merupakan kewenangan pembentuk undang-undang," ujar MK.

Selain itu, permohonan serupa pernah diputus sebelumnya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008.

"Dalam kaitan dengan apa yang dimohonkan oleh para Pemohon, penting bagi Mahkamah menegaskan kembali bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan penegasan atas norma hukum pidana penghinaan yang terdapat dalam KUHP ke dalam norma hukum baru sesuai dengan perkembangan di dunia siber karena KUHP tidak dapat menjangkau delik penghinaan dan pencemaran yang dilakukan secara online, dikarenakan adanya unsur 'di muka umum'. Oleh karena itu, penerapan norma Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dilepaskan dari norma penghinaan dalam KUHP yaitu Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai norma pokoknya (genus delict)," ucap majelis.

Dalam permohonannya, penggugat mengajukan sejumlah contoh kasus. Di antaranya:

Hal ini dibuktikan dengan berbagai pelaporan dan korban lintas kalangan, misalnya saja beberapa kasus yang memperoleh perhatian publik, di antaranya:

1. Kasus Prita Mulyasari yang dipidana 6 tahun penjara karena terbukti melanggar pasal Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), setelah ia mengirimkan surat elektronik yang berisi ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan disalah satu rumah sakit.

2. Kasus Buni Yani yang dipidana 1,5 tahun penjara setelah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE dengan melakukan ujaran kebencian dan mengedit isi video pidato mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

3. Kasus Ahmad Dhani yang dipidana 1,5 tahun penjara karena terbukti melanggar Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU ITE juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

4. Kasus I Gede Ari Astina alias Jerinx yang dilaporkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali dengan tuduhan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik terkait postingan 'IDI kacung WHO'. Oleh karena itu, ia disangkakan melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE. (*)